Tidak dapat disangkal bahwa salah satu penyebab utama terjadinya era
globalisasi yang datangnya lebih cepat dari dugaan semua pihak adalah
karena perkembangan pesat teknologi informasi. Implementasi internet,
electronic commerce, electronic data interchange, virtual office,
telemedicine, intranet, dan lain sebagainya telah menerobos batas-batas
fisik antar negara.
Penggabungan antara teknologi komputer dengan telekomunikasi telah
menghasilkan suatu revolusi di bidang sistem informasi. Data atau
informasi yang pada jaman dahulu harus memakan waktu berhari-hari untuk
diolah sebelum dikirimkan ke sisi lain di dunia, saat ini dapat
dilakukan dalam hitungan detik.
Tidak berlebihan jika salah satu pakar IBM menganalogikannya dengan perkembangan otomotif sebagai berikut: “seandainya
dunia otomotif mengalami kemajuan sepesat teknologi informasi, saat ini
telah dapat diproduksi sebuah mobil berbahan bakar solar, yang dapat
dipacu hingga kecepatan maximum 10,000 km/jam, dengan harga beli hanya
sekitar 1 dolar Amerika !”.
Secara mikro, ada hal cukup menarik untuk dipelajari, yaitu bagaimana
evolusi perkembangan teknologi informasi yang ada secara signifikan
mempengaruhi persaingan antara perusahaan-perusahaan di dunia, khususnya
yang bergerak di bidang jasa.
Secara garis besar, ada empat periode atau era perkembangan sistem
informasi, yang dimulai dari pertama kali diketemukannya komputer hingga
saat ini. Keempat era tersebut (Cash et.al.,
1992) terjadi tidak hanya karena dipicu oleh perkembangan teknologi
komputer yang sedemikian pesat, namun didukung pula oleh teori-teori
baru mengenai manajemen perusahaan modern.
Ahli-ahli manajemen dan organisasi seperti Peter Drucker, Michael
Hammer, Porter, sangat mewarnai pandangan manajemen terhadap teknologi
informasi di era modern.
Oleh karena itu dapat dimengerti, bahwa masih banyak perusahaan
terutama di negara berkembang (dunia ketiga), yang masih sulit
mengadaptasikan teori-teori baru mengenai manajemen, organisasi, maupun
teknologi informasi karena masih melekatnya faktor-faktor budaya lokal
atau setempat yang mempengaruhi behavior sumber daya manusianya.
Sehingga tidaklah heran jika masih sering ditemui perusahaan dengan
peralatan komputer yang tercanggih, namun masih dipergunakan sebagai
alat-alat administratif yang notabene merupakan era penggunaan komputer
pertama di dunia pada awal tahun 1960-an.
ERA KOMPUTERISASI
Periode ini dimulai sekitar tahun 1960-an ketika mini computer dan mainframe diperkenalkan perusahaan seperti IBM ke dunia industri. Kemampuan menghitung yang sedemikian cepat menyebabkan banyak sekali perusahaan yang memanfaatkannya untuk keperluan pengolahan data (data processing).
Periode ini dimulai sekitar tahun 1960-an ketika mini computer dan mainframe diperkenalkan perusahaan seperti IBM ke dunia industri. Kemampuan menghitung yang sedemikian cepat menyebabkan banyak sekali perusahaan yang memanfaatkannya untuk keperluan pengolahan data (data processing).
Pemakaian komputer di masa ini ditujukan untuk meningkatkan
efisiensi, karena terbukti untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu,
mempergunakan komputer jauh lebih efisien (dari segi waktu dan biaya)
dibandingkan dengan mempekerjakan berpuluh-puluh SDM untuk hal serupa.
Pada era tersebut, belum terlihat suasana kompetisi yang sedemikian
ketat. Jumlah perusahaan pun masih relatif sedikit. Kebanyakan dari
perusahaan perusahaan besar secara tidak langsung “memonopoli
pasar-pasar tertentu, karena belum ada pesaing yang berarti"
Hampir semua perusahaan-perusahaan besar yang bergerak di bidang
infrastruktur (listrik dan telekomunikasi) dan pertambangan pada saat
itu membeli perangkat komputer untuk membantu kegiatan administrasinya
sehari-hari.
Keperluan organisasi yang paling banyak menyita waktu komputer
pada saat itu adalah untuk administrasi back office, terutama yang
berhubungan dengan akuntansi dan keuangan. Di pihak lain, kemampuan
mainframe untuk melakukan perhitungan rumit juga dimanfaatkan perusahaan
untuk membantu menyelesaikan problem-problem teknis operasional,
seperti simulasi-simulasi perhitungan pada industri pertambangan dan
manufaktur.
ERA TEKNOLOGI INFORMASI
Kemajuan teknologi digital yang dipadu dengan telekomunikasi telah membawa komputer memasuki masa-masa “revolusi”-nya. Di awal tahun 1970-an, teknologi PC atau Personal Computer mulai diperkenalkan sebagai alternatif pengganti mini computer.
Kemajuan teknologi digital yang dipadu dengan telekomunikasi telah membawa komputer memasuki masa-masa “revolusi”-nya. Di awal tahun 1970-an, teknologi PC atau Personal Computer mulai diperkenalkan sebagai alternatif pengganti mini computer.
Dengan seperangkat komputer yang dapat ditaruh di meja kerja
(desktop), seorang manajer atau teknisi dapat memperoleh data atau
informasi yang telah diolah oleh komputer (dengan kecepatan yang hampir
sama dengan kecepatan mini computer, bahkan mainframe).
Kegunaan komputer di perusahaan tidak hanya untuk meningkatkan
efisiensi, namun lebih jauh untuk mendukung terjadinya proses kerja yang
lebih efektif.
Tidak seperti halnya pada era komputerisasi dimana komputer hanya
menjadi “milik pribadi” Divisi EDP (Electronic Data Processing) pada
suatu perusahaan, di era kedua ini setiap individu di organisasi dapat
memanfaatkan kecanggihan komputer, seperti untuk mengolah database,
spreadsheet, maupun data processing (end-user computing).
Pemakaian komputer di kalangan perusahaan semakin marak, terutama
didukung dengan alam kompetisi yang telah berubah dari monompoli menjadi
pasar bebas. Secara tidak langsung, perusahaan yang telah memanfaatkan
teknologi komputer sangat efisien dan efektif dibandingkan perusahaan
yang sebagian prosesnya masih dikelola secara manual.
Pada era inilah komputer memasuki babak barunya, yaitu sebagai
suatu fasilitas yang dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi
perusahaan, terutama yang bergerak di bidang pelayanan atau jasa.
Teori-teori manajemen organisasi modern secara intensif mulai
diperkenalkan di awal tahun 1980-an. Salah satu teori yang paling banyak
dipelajari dan diterapkan adalah mengenai manajemen perubahan (change management).
Hampir di semua kerangka teori manajemen perubahan ditekankan
pentingnya teknologi informasi sebagai salah satu komponen utama yang
harus diperhatikan oleh perusahaan yang ingin menang dalam persaingan
bisnis.
Tidak seperti pada kedua era sebelumnya yang lebih menekankan pada
unsur teknologi, pada era manajemen perubahan ini yang lebih ditekankan
adalah sistem informasi, dimana komputer dan teknologi informasi
merupakan komponen dari sistem tersebut.
Kunci dari keberhasilan perusahaan di era tahun 1980-an ini
adalah penciptaan dan penguasaan informasi secara cepat dan akurat.
Informasi di dalam perusahaan dianalogikan sebagai darah dalam peredaran
darah manusia yang harus selalu mengalir dengan teratur, cepat,
terus-menerus, ke tempat-tempat yang membutuhkannya (strategis).
Ditekankan oleh beberapa ahli manajemen, bahwa perusahaan yang
menguasai informasilah yang memiliki keunggulan kompetitif di dalam
lingkungan makro “regulated free market”.
Di dalam periode ini, perubahan secara filosofis dari perusahaan
tradisional ke perusahaan modern terletak pada bagaimana manajemen
melihat kunci kinerja perusahaan. Organisasi tradisional melihat
struktur perusahaan sebagai kunci utama pengukuran kinerja, sehingga
semuanya diukur secara hirarkis berdasarkan divisi-divisi atau
departemen.
Dalam teori organisasi modern, dimana persaingan bebas telah
menyebabkan customers harus pandai-pandai memilih produk yang beragam di
pasaran, proses penciptaan produk atau pelayanan (pemberian jasa)
kepada pelanggan merupakan kunci utama kinerja perusahaan.
Keadaan ini sering diasosiasikan dengan istilah-istilah manajemen
seperti “market driven” atau “customer base company” yang pada intinya
sama, yaitu kinerja perusahaan akan dinilai dari kepuasan para
pelanggannya.
Sangat jelas dalam format kompetisi yang baru ini, peranan komputer
dan teknologi informasi, yang digabungkan dengan komponen lain seperti
proses, prosedur, struktur organisasi, SDM, budaya perusahaan,
manajemen, dan komponen terkait lainnya, dalam membentuk sistem
informasi yang baik, merupakan salah satu kunci keberhasilan perusahaan
secara strategis.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa kepuasan pelanggan terletak pada
kualitas pelayanan. Pada dasarnya, seorang pelanggan dalam memilih
produk atau jasa yang dibutuhkannya, akan mencari perusahaan yang
menjual produk atau jasa tersebut: cheaper (lebih murah), better (lebih baik), dan faster (lebih cepat).
Disinilah peranan sistem informasi sebagai komponen utama dalam
memberikan keunggulan kompetitif perusahaan. Oleh karena itu, kunci dari
kinerja perusahaan adalah pada proses yang terjadi baik di dalam
perusahaan (back office) maupun yang langsung bersinggungan dengan
pelanggan (front office).
Dengan memfokuskan diri pada penciptaan proses (business process)
yang efisien, efektif, dan terkontrol dengan baiklah sebuah perusahaan
akan memiliki kinerja yang handal.
Tidak heran bahwa di era tahun 1980-an sampai dengan awal tahun
1990-an terlihat banyak sekali perusahaan yang melakukan BPR
(BusinessProcess Reengineering), re-strukturisasi, implementasi
ISO-9000, implementasi TQM, instalasi dan pemakaian sistem informasi
korporat (SAP, Oracle, BAAN), dan lain sebagainya. Utilisasi teknologi
informasi terlihat sangat mendominasi dalam setiap program manajemen
perubahan yang dilakukan perusahaan-perusahaan
ERA GLOBALISASI INFORMASI
Belum banyak buku yang secara eksplisit memasukkan era terakhir ini ke dalam sejarah evolusi teknologi informasi. Fenomena yang terlihat adalah bahwa sejak pertengahan tahun 1980-an, perkembangan dibidang teknologi informasi (komputer dan telekomunikasi) sedemikian pesatnya, sehingga kalau digambarkan secara grafis, kemajuan yang terjadi terlihat secara eksponensial.
Belum banyak buku yang secara eksplisit memasukkan era terakhir ini ke dalam sejarah evolusi teknologi informasi. Fenomena yang terlihat adalah bahwa sejak pertengahan tahun 1980-an, perkembangan dibidang teknologi informasi (komputer dan telekomunikasi) sedemikian pesatnya, sehingga kalau digambarkan secara grafis, kemajuan yang terjadi terlihat secara eksponensial.
Ketika sebuah seminar internasional mengenai internet
diselenggarakan di San Fransisco pada tahun 1996, para praktisi
teknologi informasi yang dahulu bekerja sama dalam penelitian untuk
memperkenalkan internet ke dunia industri pun secara jujur mengaku bahwa
mereka tidak pernah menduga perkembangan internet akan menjadi seperti
ini.
Ibaratnya mereka melihat bahwa yang ditanam adalah benih pohon ajaib,
yang tiba-tiba membelah diri menjadi pohon raksasa yang tinggi
menjulang.
Sulit untuk ditemukan teori yang dapat menjelaskan semua fenomena
yang terjadi sejak awal tahun 1990-an ini, namun fakta yang terjadi
dapat disimpulkan sebagai berikut:
Tidak ada yang dapat menahan lajunya perkembangan teknologi
informasi. Keberadaannya telah menghilangkan garis-garis batas antar
negara dalam hal flow of information.
Tidak ada negara yang mampu untuk mencegah mengalirnya informasi dari
atau ke luar negara lain, karena batasan antara negara tidak dikenal
dalam virtual world of computer.
Penerapan teknologi seperti LAN, WAN, GlobalNet, Intranet, Internet,
Ekstranet, semakin hari semakin merata dan membudaya di masyarakat.
Terbukti sangat sulit untuk menentukan perangkat hukum yang sesuai
dan terbukti efektif untuk menangkal segala hal yang berhubungan dengan
penciptaan dan aliran informasi. Perusahaan-perusahaan pun sudah tidak
terikat pada batasan fisik lagi.
Melalui virtual world of computer, seseorang dapat mencari
pelanggan di seluruh lapisan masyarakat dunia yang terhubung dengan
jaringan internet. Sulit untuk dihitung besarnya uang atau investasi
yang mengalir bebas melalui jaringan internet. Transaksi-transaksi
perdagangan dapat dengan mudah dilakukan di cyberspace melalui
electronic transaction dengan mempergunakan electronic money.
Tidak jarang perusahaan yang akhirnya harus mendefinisikan kembali
visi dan misi bisnisnya, terutama yang bergelut di bidang pemberian
jasa. Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan perangkat canggih teknologi
informasi telah merubah mindset manajemen perusahaan sehingga tidak
jarang terjadi perusahaan yang banting stir menggeluti bidang lain.
Bagi negara dunia ketiga atau yang sedang berkembang, dilema mengenai
pemanfaatan teknologi informasi amat terasa. Di suatu sisi banyak
perusahaan yang belum siap karena struktur budaya atau SDM-nya,
sementara di pihak lain investasi besar harus dikeluarkan untuk membeli
perangkat teknologi informasi.
Tidak memiliki teknologi informasi, berarti tidak dapat
bersaing dengan perusahaan multi nasional lainnya, alias harus gulung
tikar.
Hal terakhir yang paling memusingkan kepala manajemen adalah
kenyataan bahwa lingkungan bisnis yang ada pada saat ini sedemikian
seringnya berubah dan dinamis. Perubahan yang terjadi tidak hanya
sebagai dampak kompetisi yang sedemikian ketat, namun karena adanya
faktor-faktor external lain seperti politik (demokrasi), ekonomi
(krisis), sosial budaya (reformasi), yang secara tidak langsung
menghasilkan kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan baru yang harus
ditaati perusahaan.
Secara operasional, tentu saja fenomena ini sangat menyulitkan para
praktisi teknologi informasi dalam menyusun sistemnya. Tidak jarang di
tengah-tengah konstruksi sistem informasi, terjadi perubahan kebutuhan
sehingga harus diadakan analisa ulang terhadap sistem yang akan
dibangun. Dengan mencermati keadaan ini, jelas terlihat kebutuhan baru
akan teknologi informasi yang cocok untuk perusahaan, yaitu teknologi
yang mampu adaptif terhadap perubahan.
Para praktisi negara maju menjawab tantangan ini dengan
menghasilkan produk-produk aplikasi yang berbasis objek, seperti OOP
(Object Oriented Programming), OODBMS (Object Oriented Database
Management System), Object Technology, Distributed Object, dan lain
sebagainya.
PERUBAHAN POLA PIKIR SEBAGAI SYARAT
Dari keempat era di atas, terlihat bagaimana alam kompetisi dan kemajuan
teknologi informasi sejak dipergunakannya komputer dalam industri
hingga saat ini terkait erat satu dan lainnya. Memasuki abad informasi
berarti memasuki dunia dengan teknologi baru, teknologi informasi.
Mempergunakan teknologi informasi seoptimum mungkin berarti harus
merubah mindset. Merubah mindset merupakan hal yang teramat sulit untuk
dilakukan, karena pada dasarnya “people do not like to change”.
Kalau pada saat ini dunia maju dan negara-negara tetangga Indonesia
sudah memiliki komitmen khusus untuk mengambil bagian dalam penciptaan
komponen-komponen sistem informasi, bagaimana dengan Indonesia?
Masih ingin menjadi negara konsumen? Atau sudah mampu menjadi negara produsen?
Paling tidak, hal yang harus ada terlebih dahulu di setiap manusia Indonesia adalah kemauan untuk berubah. Tanpa “willingness to change”,
sangat mustahillah bangsa Indonesia dapat memanfaatkan teknologi
informasi untuk membangun kembali bangsa yang hancur ditelan krisis saat
ini.